X
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture. Kata tersebut
sebenarnya berasal dari bahasa Latin = colere yang berarti pemeliharaan,
pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Sedangkan kata budaya berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu kata buddayah. Kata buddayah berasal dari kata budhi
atau akal. Manusia memiliki unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta),
rasa dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang disebut
kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan cipta manusia mengembangkan kemampuan alam pikir yang
menimbulkan ilmu pengetahuan. Dengan rasa manusia menggunakan panca inderanya
yang menimbulkan karya-karya seni atau kesenian. Dengan karsa manusia
menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan dan kebahagiaan sehingga
berkembanglah kehidupan beragama dan kesusilaan. Dari uraian di atas dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a)
kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia
b)
kebudayaan itu tidak diturunkan secara biologis melainkan diperoleh
melalui proses belajar
c)
kebudayaan itu didapat, didukung dan diteruskan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi
tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari
kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
“kultur” dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia.
2.2 Dimanakah Seseorang
Menemukan Nilai-Nilai yang Dianutnya
Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values).
Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan
keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan hidupnya. Mereka belajar dari
keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar dan mana yang
salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung
pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai
tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain:
Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang
baik atau buruk melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan
masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul.
Moralitas, diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan
institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan
kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda.
Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang
terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri
seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut
kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya
pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat
menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut.
Penghargaan dan Sanksi : Perlakuan yang biasa diterima seperti:
mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya
akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik.
Tanggung jawab untuk memilih : adanya dorongan internal untuk
menggali nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk
diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang
akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.
2.3
Pengaruh Kebudayaan Terhadap Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000)
adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat
memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi
produk atau jasa yang ditawarkan. Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon
dan Della Bitta (1993) adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik
individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai,
mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa. Menurut
Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen
untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
a)
Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada
perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh
budaya, subbudaya dan kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling
mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Budaya merupakan kumpulan
nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh
seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.
Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih
kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk
para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok
nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak
subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang
produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
b)
Pengaruh Budaya yang tidak
disadari
Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan .
Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar
dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya
dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami
dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu
saja.
c)
Pengaruh Budaya dapat Memuaskan
Kebutuhan
Budaya yang ada di masyarakat dapat memuaskan kebutuhan masyarakat.
Budaya dalam suatu produk yang memberikan petunjuk, dan pedoman dalam
menyelesaikan masalah dengan menyediakan metode “Coba dan buktikan” dalam
memuaskan kebutuhan fisiologis, personal dan sosial. Misalnya dengan adanya
budaya yang memberikan peraturan dan standar mengenai kapan waktu kita makan,
dan apa yang harus dimakan tiap waktu seseorang pada waktu makan. Begitu juga
hal yang sama yang akan dilakukan konsumen misalnya sewaktu mengkonsumsi
makanan olahan dan suatu obat.
d)
Pengaruh Budaya dapat
dipelajari
Budaya dapat dipelajari sejak seseorang sewaktu masih kecil, yang
memungkinkan seseorang mulai mendapat nilai-nilai kepercayaan dan kebiasaan
dari lingkungan yang kemudian membentuk budaya seseorang. Berbagai macam cara
budaya dapat dipelajari. Seperti yang diketahui secara umum yaitu misalnya
ketika orang dewasa dan rekannya yang lebih tua mengajari anggota keluarganya
yang lebih muda mengenai cara berperilaku. Ada juga misalnya seorang anak
belajar dengan meniru perilaku keluarganya, teman atau pahlawan di televisi.
Begitu juga dalam dunia industri, perusahaan periklanan cenderung memilih cara
pembelajaran secara informal dengan memberikan model untuk ditiru masyarakat.
Misalnya dengan adanya pengulangan iklan akan dapat membuat nilai
suatu produk dan pembentukan kepercayaan dalam diri masyarakat. Seperti
biasanya iklan sebuah produk akan berupaya mengulang kembali akan iklan suatu
produk yang dapat menjadi keuntungan dan kelebihan dari produk itu sendiri. Iklan
itu tidak hanya mampu mempengaruhi persepsi sesaat konsumen mengenai keuntungan
dari suatu produk, namun dapat juga memepengaruhi persepsi generasi mendatang
mengenai keuntungan yang akan didapat dari suatu kategori produk tertentu.
e)
Pengaruh Budaya yang Berupa
Tradisi
Tradisi adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan
serangkaian langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian
yang pasti dan terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama
kehidupan manusia, dari lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat
umum. Hal yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa
tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya.
Misalnya yaitu natal, yang selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk
tradisi-tradisi misalnya pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan
sebagai perlengkapan acara tersebut.
2.4
Struktur Konsumsi
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari.
Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat
rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana
mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa
mereka membeli.
Secara matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan bagaimana harga
beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan produk pada tiap
harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka dengan
kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan). Grafik ini memperlihatkan
sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1 ke D2 bersama dengan
peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan untuk mencapai sebuah titik
keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran (S).
2.5
Dampak Nilai-Nilai Inti Terhadap Pemasar
1) Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia.
Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai
banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena
ukan hanya fisik (makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman,
aktualisasi diri, sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan
berasal dari masyarakat konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk
atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.
2) Keinginan
Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaza dan kepribadian
individual dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang
akan memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar
kebutuhan yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga
semakin luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga
dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi
kebutuhan manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak
meminimalisasi keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi
keinginan untuk memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan
lingkungan tumbuhnya.
3) Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya
tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan
manfaat yang paling memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu
keinginan menusia akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan
ketersediaan untuk membelinya.
2.6
Perubahan Nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan
nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
·
Budaya merupakan konsep yang
meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari
pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak
menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal
tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi
kepuasan.
·
Budaya adalah hal yang
diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan.
Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
·
Kerumitan dari masyarakat
modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang
terperinci atas perilaku yang tepat.
Variasi nilai perubahan dalam nilai budaya terhadap pembelian dan
konsumsi. Nilai budaya memberikan dampak yang lebih pada perilaku konsumen
dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam kategori-kategori umum yaitu berupa
orientasi nilai-nilai lainnya yaitu merefleksi gambaran masyarakat dari
hubungan yang tepat antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Hubungan ini
mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek pemasaran. Sebagai contoh, jika
masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen akan melihat kearah lain pada
pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak akan merespon keuntungan pada
seruan promosi untuk “menjadi seorang individual”. Dan begitu juga pada budaya
yang individualistik. Sifat dasar dari nilai yang terkait ini termasuk
individual/kolektif, kaum muda/tua, meluas/batas keluarga, maskulin/feminim,
persaingan/kerjasama, dan perbedaan/keseragaman.
Ø Individual/Kolektif
Budaya individualis terdapat pada budaya Amerika, Australia,
Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan Taiwan, Korea, Hongkong,
Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis dalam orientasi mereka.
Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya, dan konsep diri yang
berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan, konsumen dari budaya yang
memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka pada produk asing, iklan,
dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi. Seperti contoh, konsumen
dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk menjadi lebih suka meniru dan
kurang inovatif dalam pembelian mereka dibandingkan dengan budaya
individualistik.
Ø Usia muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya pada suatu keluarga, anak-anak sebagai
kaum muda lebih berperan dibandingkan dengan orang dewasa dalam pembelian.
Dengan kata lain adalah melihat faktor budaya yang lebih bijaksana dalam
melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh di Negara kepulauan Fiji, para
orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka dengan membeli suatu barang.
Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika yang memberikan tuntutan yang
positif bagi anak mereka.
Disamping itu, walaupun Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan
untuk membatasi keluarga memiliki lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya
mereka anak merupakan “kaisar kecil” bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka
inginkan akan segera dipenuhi. Dengan kata lain, penting untuk diingat bahwa
segmen tradisional dan nilai masih berpengaruh dan pera pemasar harus
menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya melainkan juga pada budaya
didalamnya.
Ø Luas/batasan keluarga
Yang dimaksud disini adalah bagaimana keluarga dalam suatu budaya
membuat suatu keputusan penting bagi anggota keluarganya. Dengan kata lain
apakah peran orang dewasa (orang tua) memiliki kebijakan yang lebih dalam
memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya. Atau malah sebaliknya anak-anak
memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Dan bisa
dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh orang tua akan berpengaruh untuk
seterusnya pada anak. Seperti contoh pada beberapa budaya yaitu seperti di
Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa sangat berpengaruh.
Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil keputusan dalam
membeli. Begitu juga para orang dewasa muda di Thailand yang hidup sendiri
diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan dalam membeli
masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang lain halnya di India,
sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama dalam satu keluarga yaitu
seperti diskusi keluarga diantara mereka.
2.7
Perubahan Institusi
Tradisi adalah aktivitas yang bersifat simbolis yang merupakan
serangkaian langkah-langkah (berbagai perilaku) yang muncul dalam rangkaian
yang pasti dan terjadi berulang-ulang. Tradisi yang disampaikan selama
kehidupan manusia, dari lahir hingga mati. Hal ini bisa jadi sangat bersifat
umum. Hal yang penting dari tradisi ini untuk para pemasar adalah fakta bahwa
tradisi cenderung masih berpengaruh terhadap masyarakat yang menganutnya.
Misalnya yaitu natal, yang selalu berhubungan dengan pohon cemara. Dan untuk
tradisi-tradisi misalnya pernikahan, akan membutuhkan perhiasan-perhiasan
sebagai perlengkapan acara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://khairunnisarizkiani.blogspot.com/2009/12/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html
http://fitriyuningsih.blogspot.com/2013/01/bab-9-pengaruh-kebudayaan-terhadap.html
http://nitaaurell.blogspot.com/2012/01/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/01/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian-dan-konsumsi/
http://bald-gugungondrong.blogspot.com/2012/11/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar