Nama : Ahmad zainal Abidin
Kelas : 3EA03
Npm : 10211463
BAB I
PENDAHULUAN
Landasan
Teori
Kata sikap (attitude), berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu “Manner
of placing or holding the body, and Way of feeling, thinking or behaving”.
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan
pikiran, dan perilaku. Berikut ini adalah pengertian sikap dari beberapa para
ahli antara lain :
1
Menurut Thomas (1918) dan Znanieck (1974)
sikap adalah kondisi mental yang kompleks
yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk bertindak dengan
cara tertentu. Konsep sikap sebenarnya pertama kali diangkat ke dalam bahasan
ilmu sosial pertama kali oleh Thomas, sosiolog yang banyak menelaah kehidupan
dan perubahan sosial, yang menulis buku Polish Peasant in Europe and America: Monograph
of an Immigrant Group yang merupakan hasil riset yang dilakukannya bersama
Znanieck. Dalam buku tersebut, Thomas dan Znaniecki membahas informasi
sosiologi dari kedua sudut individualistik dan subjektivistik. Menurut
pandangan mereka dua hal yang harus diperhitungkan pada saat membahas kehidupan
dan perubahan sosial adalah sikap individu dan budaya objektif (objective
cultural).
2.
Menurut Allport (1935)
sikap adalah kondisi mental dan neural yang diperoleh dari pengalaman, yang
mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap
semua objek dan situasi yang terkait.
3.
Menurut Krech & Crutchfield,
sikap adalah pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses
motivasi, persepsi dan kognitif yang relatif menetap pada diri individu dalam
berhubungan dengan aspek kehidupannya. Sikap individu ini dapat diketahui dari
beberapa proses motivasi, emosi, persepsi dan proses kognitif yang terjadi pada
diri individu secara konsisten dalam berhubungan dengan obyek sikap.
Konsistensi ini sangat ditekankan oleh Campbel (1950, p. 31) yang mengemukakan
bahwa sikap adalah “A syndrome of response consistency with regard to social
objects”. Artinya, sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap
objek sosial. Penekanan konsistensi respon ini memberikan muatan emosional pada
definisi yang dikemukakan Campbell tersebut. Sikap tidak hanya kecenderungan
merespon yang diperoleh dari pengalaman tetapi sikap respon tersebut harus
konsisten. Pengalaman memberikan kesempatan pada individu untuk belajar.
Aiken(1970) menambahkan bahwa ; A
learned predisposition or tendency on the part of an individual to respond
positively or negatively with moderate intensity and reasonable intensity to
some object, situation, concept, or other
person. Sikap adalah predisposisi atau
kecenderungan yang dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara
positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan atau memadai terhadap
objek, situasi, konsep, atau orang lain. Definisi yang dikemukakan Aiken ini
sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun
intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi yang diarahkan terhadap objek
diperoleh dari proses belajar. Definisi di atas nampaknya konsisten menempatkan
sikap sebagai predisposisi atau tendensi yang menentukan respon individu
terhadap suatu objek. Predisposisi atau tendensi ini diperoleh individu dari
proses belajar, sedangkan objek sikap dapat berupa benda, situasi, dan orang.
7.1 Komponen sikap
Komponen
yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu :
a. Kognitif (cognitive)
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b. Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
a. Kognitif (cognitive)
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b. Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
c.
Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.
7.2 Sifat – sifat sikap
Sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
ü arah,
ü intensitas,
ü keluasan,
ü konsistensi dan
spontanitas (Assael, 1984 dan Hawkins dkk, 1986)
Karakteristik dan arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan
atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap objek sikap.
Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat kekuatan yang
pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap
menunjuk pada cakupan luas mana kesiapan individu dalam merespon atau
menyatakan sikapnya secara spontan. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di
atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan
kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara
komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami,
merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
7.3 Penggunaan Multiatribut attitude modal untuk
memahami sikap konsumen
Pengukuran sikap yang paling populer digunakan oleh para peneliti konsumen
adalah model multi atribut yang terdiri dari tiga model :
1.The attittude toward-object model
Digunakan khususnya menilai sikap konsumen terhadap satu kategori produk atau
merk spesifik. Hal ini untuk menilai fungsi kehadiran dan evaluasi terhadap
sesuatu.Pembentukan sikap konsumen yang dimunculkan karena telah merasakan
sebuah objek. Hal ini mempengaruhi pembentukan sikap selanjutnya.
2.The attittude toward-behavior model
Lebih digunakan untuk menilai
tanggapan konsumen melalui tingkah laku daripada sikap terhadap objek. Pembentukan
sikap konsumen akan ditunjukan berupa tingkah laku konsumen yang berupa
pembelian ditempat itu.
3.The theory of reasoned-action model
Menurut teori ini pengukuran sikap yang
tepat seharusnya didasarkan pada tindakan pembelian atau penggunaan merk produk
bukan pada merek itu sendiri tindakan pembelian dan mengkonsumsi produk pada
akhirnya akan menentukan tingkat kepuasan.
7.4 Pentingnya feeling dalam memahami sikap konsumen
Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya, melainkan sikap
tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Dimana dalam interaksi sosialnya,
individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek
psikologis yang dihadapinya (Azwar, 1995).Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa
sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan
orang lain atau kelompok , pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap
penting. Swastha dan Handoko (1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan,
kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap. Dari
beberapa pendapat di atas, Azwar (1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang
lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan
lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
a.Pengalaman
pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang
dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk
sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika
yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena
penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.
b.Pengaruh
orang lain yang dianggap penting
Individu pada umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah
dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik.
c.Pengaruh
kebudayaan
Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh
lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian
merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement
yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak
pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan
garis pengarah sikapindividuterhadapberbagaimasalah.
d.Media
massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan
lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan
orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat,
pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal
sehingga terbentuklah arah sikap
tertentu.
e.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,
garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh
dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Dikarenakan
konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan maka tidaklah
mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan
dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu
hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain
untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak
mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh
dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan
tunggal yang menentukan sikap.
f.Faktor
emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran prustrasi atau pengalihan bentuk mekamisme pertahanan ego.
Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu
prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih
persisten dan bertahan lama.
7.5 Penggunaan sikap & maksud untuk
memperkirakan perilaku konsumen
Werner dan Pefleur (Azwar, 1995)
mengemukakan 3 postulat guna mengidentifikasikan tiga pandangan mengenai
hubungan sikap dan perilaku, yaitu postulat of consistency, postulat of
independent variation, dan postulate of contigent consistency.
Berikut ini penjelasan tentang ketiga postulat tersebut :
a.Postulat
Konsistensi
Postulat konsistensi mengatakan bahwa sikap verbal memberi petunjuk yang cukup
akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila dihadapkan
pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumikan adanya hubungan langsung
antara sikap danperilaku.
b.PostulatVariasiIndependen
Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
c.PostulatKonsistensiKontigensi
Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok dan lain sebagainya, merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasikesituasilainnya.
Postulat konsistensi kontigensi menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok dan lain sebagainya, merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasikesituasilainnya.
Postulat yang terakhir ini lebih masuk akal dalam menjelaskan hubungan sikap
dan perilaku.
7.6 Dinamika Proses Motivasi
Kata motivasi
berasal dari Bahasa Inggris adalah “Motivation”. Perkataan asalnya ialah
“Motive” yang juga telah dipinjam oleh Bahasa Melayu atau Bahasa
Malaysia kepada “Motif” yang artinya tujuan. Jadi, motivasi adalah
sesuatu yang menggerakan atau mengarahkan tujuan seseorang dalam
tindakan-tindakannya secara negatif atau positif untuk mencapai tujuannya.
Selain itu, ada tiga elemen utama dalam motivasi antara lain : intensitas,
arah, dan ketekunan.
A. Pengertian motivasi menurut beberapa ahli :
1.Menurut
Cropley (1985)
Motivasi dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku
tertentu”.
2.
Menurut Wlodkowski (1985)
menjelaskan, motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan
perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada
tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme (teori
belajar dan percaya bahwa semua perilaku yang diperoleh sebagai hasil dari
pengkondisian).
B.Proses motivasi :
1. tujuan.
Perusahaan harus bias menentukan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai,
baru kemudian konsumen dimotivasi ke arah itu.
2. mengetahui kepentingan
Perusahaan harus bisa mengetahui keinginan konsumen tidak hanya dilihat dari
kepentingan perusahaan semata
3. komunikasi efektif.
Melakukan komunikasi dengan baik terhadap konsumen agar konsumen dapat
mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan apa yang bisa mereka dapatkan.
4. integrasi tujuan.
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan tujuan kepentingan
konsumen. Tujuan perusahaan adalah untuk mencari laba serta perluasan pasar.
Tujuan individu konasumen adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan.kedua
kepentingan di atas harus disatukan dan untuk itu penting adanya.
5. fasilitas.
Perusahaan memberikan fasilitas agar konsumen mudah mendapatkan barang dan jasa
yang dihasilkan oleh perusahaan.
7.7 Kegunaan & stabilitas pola motivasi
Motivasi menurut
American Encyclopedia adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok
pertentangan) dalam diri sesoerang yang membangkitkan topangan dan tindakan.
Motivasi meliputi factor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat
diduga dari pengamatan tingkah laku manusia.
Dengan
demikian motivasi dapat diartikan sebagai pemberi daya penggerak yang
menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerjasama,bekerja efektif
dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.motivasi
konsumen adalah keadaan di dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan.
Dengan adanya
motivasi pada diri seseorang akan menunjukkan suatu perilaku yang diarahkan
pada suatu tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan. Jadi motivasi adalah proses
untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan. Motivasi
konsumen yang dilakukan oleh produsen sangat erat sekali berhubungan dengan
kepuasan konsumen. Untuk itu perusahaan selalu berusaha untuk membangun
kepuasan konsumen dengan berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks perilaku
konsumen mempunyai peranan penting karena motivasi timbul karena adanya
kebutuhan yang belum terpenuhi dan tujuan yang ingin dicapai.kebutuhan
menunjukkan kekurangan yang dialami seseorang pada suatu waktu tertentu.
Kebutuhan dipandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku. Artinya jika
kebutuhan akibat kekurangan itu muncul,
maka individu lebih peka terhadap usaha motivasi para konsumen.
7.8 Memahami kebutuhan konsumen
Kebutuhan
konsumen dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. fisiologis.
Dasar-dasar kelangsungan hidup, termasuk rasa lapar, haus dan kebutuhan hidup
lainnya.
2. keamanan.
Berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik dan keamanan
3. afiliasi dan pemilikan.
Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain, menjadi orang penting bagi
mereka.
4. prestasi.
Keinginan dasar akan keberhasilan dalam memenuhi tujuan pribadi
5. kekuasaaan.
Keinginan untuk emndapat kendali atas nasib sendiri dan juga nasib orang lain
6. ekspresi diri.
Kebutuhan mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri dipandang penting
oleh orang lain.
7. urutan dan pengertian.
Keinginan untuk mencapai aktualisasi diri melalui pengetahuan, pengertian,
sistematisasi dan pembangunan system lain.
8. pencarian variasi.
Pemeliharaan tingkat kegairahan fisiologis dan stimulasi yang dipilih kerap
diekspresikan sebagai pencarian variasi
9. atribusi sebab-akibat.
Estimasi atau atribusi sebab-akibat dari kejadian dan tindakan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Studi
kasus
SIKAP
KONSUMEN TERHADAP JERUK & PISANG LOKAL SEGAR
Kasus
: Daerah Istemewa Yogyakarta
Penelitian dilakukan di wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan
pertimbangan wilayah Propinsi D.I.Y merupakan pusat perdagangan bagi wilayah di
sekitarnya. Sampel konsumen diambil dengan cara cluster random .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen bersikap kurang suka terhadap buah
jeruk lokal. Namun dijumpai bebrapa atribut jeruk yang disukai oleh konsumen
adalah rasa dan kesegaran buah. Sedangkan yang kurang disukai adalah kebersihan
kulit, masa simpan, harga dan ukuran buah jeruk. Bahkan konsumen tidak suka
terhadap warna kulit buah jeruk. Ini menunjukkan bahwa atribut pengalaman (rasa
dan kesegaran) merupakan atribut jeruk lokal yang disukai, namun atribut
pencarian (kebersihan, harga, ukuran dan warna kulit kurang disukai oleh
konsumen (Ragaert et al, 2004 & Carrasco.2007).
Konsumen pisang bersikap kurang suka terhadap pisang lokal. Namun konsumen suka
terhadap atribut kebersihan kulit dan rasa, dan bersikap kurang suka terhadap
warna kulit, masa simpan, harga dan ukuran buah pisang.
Buah pisang cenderung lebih disukai konsumen masyarakat Daerah Istimewa
Yogyakarta bila dibandingkan buah jeruk. Ini disebabkan karena konsumen lebih
mudah memperkirakan kualitas pisang daripada jeruk.
BAB
III
Kritik,
Saran
1.Diperlukan upaya meningkatkan kebersihan kulit jeruk, baik dari kotoran yang
melekat maupun dari tanda – tanda serangan hama .Peningkatan kebersihan kulit
dari kotoran dapat dilakukan oleh petani/ pedagang dengan mencuci, sedangkan
peningkatan dari tanda – tanda serangan hama dilakukan oleh petani dengan melaksanakan
praktek pertanian jeruk yang baik.
2.Kepada petani pisang disarankan untuk melaksanakan praktek pertanian pisang
yang baik da melakukan penanganan pasca panen pisang secara baik agar warna
kulit pisang menjadi lebih menarik konsumen.
3.Kepada pedagang pengecer jeruk agar mempromosikan cita rasa jeruk lokal (rasa
lebih manis, dan lebih segar/juicy) sebagai kelebihan jeruk lokal, dan kepada
pengecer pisang hendaknya mempromosikan rasa yang lebih manis dan kulit yang
lebih besar kepada konsumen, agar konsumen lebih memilih jeruk dan pisang lokal.
4. Kepada pemerintah/lembaga swadaya masyarakat disarankan melakukan pendidikan
konsumen, terutama kepada kelompok masyarakat keluarga muda berpendidikan
rendah dan berpendapatan rendah, agar mereka lebih mengutamakan buah – buahan
lokal segar. Karena dengan mengkonsumsi buah – buahan lokal segar akan membantu
meningkatkan perekonomian agribisnis buah – buahan.
http://alitinanti.blogspot.com/2011/12/perilaku-konsumen-sikap-motivasi-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar